Copy paste dari
jurnalakuntansikeuangan.com
Apakah
Perusahaan Kecil Perlu Menerapkan Pembukuan-Akuntansi?
Pertanyaan “apakah perusahaan (kecil) saya perlu
menerapkan pembukuan-akuntansi” ini sangat sering diajukan oleh
pengusaha kecil (UKM), misalnya: salon kecantikan, toko kelontong, penjahit
pakaian (tailor), konveksi, bengkel, gerai cellular, bistro, sampai e-commerce
dan bisnis online dadakan yang belakangan menjamur via Facebook dan media
sosial lainnya. Pertanyaan serupa yang cukup sering ditanyakan adalah: “kapan
perusahaan saya memerlukan pembukuan dan akuntansi?”
Jika
anda—orang accounting—yang ditanya, kira-kira apa jawaban anda? Apakah
perusahaan kecil seperti itu perlu pembukuan dan akuntansi? Kapan suatu usaha
memerlukan pembukuan dan akuntansi?
Obviously. Di
satu sisi, kita—sebagai orang accounting—sudah pasti menyarankan mereka untuk menerapkan
akuntansi, minimal pembukuan. Iya kan?
Di
sisi lainnya, saya yakin, para pelaku usaha kecil rata-rata sudah tahu bahwa,
menerapkan pembukuan dan akuntansi adalah bagus. Dari buku, majalah, radio,
televisi, koran, media online, pasti mereka pernah baca/dengar.
Anehnya,
entah mengapa, sampai saat ini sebagian besar pengusaha kecil seolah-olah tak
terbujuk oleh anjuran itu, dan masih saja menganggap bahwa….
Proses
Pembukuan/Akuntansi Merepotkan, Mengkonsumsi Biaya dan Waktu
Bukan
anggapan yang salah. Proses menjalankan pembukuan—terlebih akuntansi—memang
merepotkan, mengkonsumsi biaya dan waktu. Mari kita gunakan ‘kaca-mata’
pengusaha, sejenak:
1. Biaya
– Proses pembukuan dan akuntansi adalah pekerjaan teknikal. Tidak semua orang
bisa menjalankannya. Untuk bisa, perlu melalui proses pembelajaran khusus
(workshop, kursus, atau belajar akuntansi di bangku kuliah). Mereka yang tidak
bisa, terpaksa merekrut-dan-menggaji pegawai pembukuan/accounting. Atau,
menggunakan jasa pembukuan/akuntansi dari pihak ketiga (konsultan). Dan itu,
bisa jadi beban (biaya) serius bagi para pelaku usaha kecil.
Misalnya:
revenue (mereka menyebutnya “omset”) usaha salon kecantikan hanya 15 juta,
dengan keuntungan rata-rata 5 juta per bulan. Kalau bayar konsultannya sampai 2
juta/bulan, habislah untungnya. Merekrut dan menggaji pegawai accounting Rp 2 –
3 juta/bulan, ya sama saja.
2. Waktu
– Katakanlah pengusahanya memiliki latar belakang pendidikan akuntansi,
sehingga tidak perlu merekrut (dan menggaji) pegawai accounting atau pakai
konsultan, semua dikerjakan sendiri. Tetap saja proses akuntansi mengkonsumsi
waktu. Apalagi bagi pengusaha kecil yang tidak menguasai akuntansi, sudah pasti
sangat merepotkan. Dalam pandangan umum, pembukuan dan akuntansi sifatnya
administrative belaka, tidak menghasilkan uang. Bagi banyak pegusaha kecil,
waktu mereka akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk membuat
barang-dagangan atau melayani pelanggan (ketimbang melakukan pekerjaan
administrative macam pembukuan dan akuntansi).
Itu sebabnya mengapa jarang ada perusahaan kecil yang mau
menerapkan pembukuan (terlebih-lebih akuntansi) secara serius. Dari sekian banyak usaha kecil
yang pernah saya tangani, kalaupun ada pencatatan (dan pengarsipan bukti
transaksi), biasanya masih berantakan. Pencatatan dilakukan—sekedarnya
saja—oleh pegawai yang tidak memiliki skill yang cukup. Itupun masih dianggap
aktivitas sambilan, setelah pekerjaan lainnya selesai.
“Memangnya
akuntansi bisa membuat aku dapat banyak pelanggan, dapat supply bahan baku
murah, sehingga menjadi untung?”
…tanya
saudara sepupu saya (pengusaha handicraft di Yogayakarta sana), antara skeptis
dan sinis.
Jujur
saja, saya tidak tahu jawabannya. Lha wong saya bukan pengusaha, cuma lulusan
SMEA, mantan pegawai accounting abal-abal. Lagipula, saya tidak pintar
menjelaskan sesuatu—apalagi debat. I definitely am not.
Tapi
saya ingin share satu kasus yang mungkin bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh
pengusaha kecil. Siapa tahu, ada manfaatnya. Jika tertarik, silahkan lanjutkan
membaca…
Mengapa Usaha
Kecil Rentan Terhadap Kebangkrutan?
Sekitar
2 tahun lalu, salah satu klien saya, pengusaha (menengah) yang cukup sukses,
menanyakan tentang bagaimana caranya mengelola uang pinjaman agar kelak tidak
menimbulkan masalah bagi perusahaanya (baik dari aspek keuangan maupun
perpajakan).
Tadinya
saya pikir dia meminjam uang bank untuk menambah modal kerja. Ternyata tidak.
Justru dia yang meminjamkan uang kepada adiknya, pengusaha konveksi sekaligus
bistro (outlet pakaian jadi) yang kondisi keuangannya kembang kempis, nyaris
bangkrut.
Selesai memberikan masukan seperlunya, waktunya mendengarkan
keluh-kesah klien dalam menjalankan usaha. Ini sudah menjadi semacam rutinitas
bagi saya.
Klien
saya itu mengeluhkan betapa capeknya dia meminjamkan uang kepada adiknya.
Dikasih pinjaman 1 M habis dalam setahun. Pinjam 500 juta, tidak seberapa lama
habis lagi. Begitu terus berkali-kali.
“Ya
mau bagaimana lagi?” kata klien saya itu setengah putus-asa.
Terlebih-lebih adik, membantu tetangga yang sedang ditimpa
kesusahanpun baik, malahan wajib (dalam banyak kasus). Hanya saja, pada kondisi-kondisi
tertentu bisa jadi bantuan itu (terutama uang) justru menjerumuskan orang yang
kita bantu. Contohnya? Ya, klien saya itu. Bantuan kas yang terus-menerus
membuat si adik tak pernah menyadari kalau pengelolaan usaha konveksinya,
selama ini, tidak beres.
In general, perusahaan yang meminjam kas berkali-kali (darimanapun sumbernya),
sesungguhnya, tidak sedang mengalami masalah uang, tetapi masalah pengelolaan
uang—yang bisa jadi berawal dari ketidakberesan dalam pengelolaan operasional.
Hutang/pinjaman kas, tidak menyembuhkan penyakit keuangan
maupun operasional.
Jika dianalogikan dengan penderita typus, cairan infus memang bisa membuat dia
tetap bertahan hidup, tetapi tidak membebaskannya dari rongrongan virus. Selain
asupan infus, hal terpenting yang dibutuhkan adalah antibiotic. Setuju?
Demikian halnya dengan perusahaan yang sedang kesulitan
keuangan; pinjaman
kas hanya bisa membuat mampu memenuhi kewajiban jangka pendek (membayar
tagihan-tagihan jatuh tempo), sehingga bisa ‘stay-in-business’, untuk sementara
waktu. Jika pengelolaan keuangan dan operasional tidak diperbaiki, maka akan
terlilit masalah yang sama begitu kas pinjamannya habis.
Itulah
yang saya sampaikan ke klien. Atas rekomendasi kakaknya, beberapa hari kemudian
si adik (pemilik konveksi dan bistro yang kembang-kempis) menghubungi
saya—untuk konsultasi.
Hal pertama yang saya sampaikan adalah: pentingnya menerapkan akuntansi
dengan serius, setidaknya pembukuan. Tetapi (sudah saya duga), dia menggunakan
mindset yang sama seperti adik sepupu saya: pembukuan dan akuntansi lebih
banyak merepotkan (dan membebani) ketimbang membantu.
“Ada
solusi lain, pak?” dia bertanya.
Saya katakan “tidak ada.” Percuma jika saya jelaskan—apa itu
fungsi pembukuan dan akuntansi panjang lebar—dengan cara klise.
Sebagai gantinya, saya menanyakan apa hambatan terberat yang
dia hadapi selama menjalankan usaha.
Jawabannya: “Saya selalu kesulitan kas”.
Ketika
saya tanya apakah perusahaan dalam posisi untung atau rugi, dia mengatakan “kayaknya
sih rugi.” Dan, ketika saya menanyakan “berapa kerugian bulan lalu?”
dia tidak tahu berapa persisnya.
Saya tidak kaget—itu kondisi yang khas di lingkungan usaha
kecil; tidak
banyak pengusaha kecil yang tahu persis berapa keuntungan yang mereka peroleh
(atau kerugian yang mereka derita) setiap bulannya. Lebih parahnya (dan
ini mayoritas), mereka bahkan tidak tahu persis apakah perusahaannya sedang
untung atau rugi. Yang mereka pakai adalah ‘sense’ (“kira-kira untung”
atau “kira-kira rugi”), dari ketersediaan kas:
- Jika kas melimpah (bisa membayar dengan lancar), berarti untung
- Jika kas sedikit (mengalami kesulitan membayar), berarti rugi
Soal menggunakan instinct dan sense, tidak perlu diragukan
lagi. Mereka (para pengusaha) memiliki
keistimewaan dalam menggunakan instinct. Sehingga dalam mengambil keputusan,
asalkan ‘make (business) sense’, mereka jalan.
Mereka
jarang mengarahkan perhatian pada hal-hal yang detail, apalagi angka-angka
kecil, lebih memilih mencurahkan perhatian pada hal-hal yang lebih besar,
khususnya business strategy (menarik pelanggan, memenangkan kompetisi,
mencari supplier bagus, cari pinjaman modal kerja, dan sejenisnya).
Apakah itu buruk, kaitannya dengan pengelolaan keuangan?
First of all. Yang namanya usaha, ada pasang surutnya, ‘peak-and-valley’,
‘high-and-low season‘. Dan sudah pasti, kondisi ini berpengaruh terhadap
tingkat laba/rugi, ketersediaan kas, dan lancar-tidaknya operasional
perusahaan.
- Pada tingkat profitabilitas yang tinggi (terlepas apakah si pengusahanya tahu berapa persisnya), risiko yang timbul akibat lebih banyak menghandalkan sense (ketimbang detail), tidak terlalu terasa. Konkretnya, gangguan kas maupun operasional nyaris tidak ada, sehingga mereka berpikir “we are fine”. Padahal, bisa jadi itu hanya kondisi sementara—sebelum gelombang surut datang.
- Giliran gelombang sedang surut (low season), tingkat laba perusahaan menurun (atau bahkan merugi), ketersediaan kas menipis dan tersendat, operasional perusahaan mulai terganggu. Apakah sense mereka sudah tidak tajam lagi? Oh masih. Rata-rata pengusaha memiliki ‘sense-of-crisis’ yang tinggi. Jika tidak, mana mungkin mereka panik mencari pinjaman kesana-kemari. Mereka ‘merasakan’ adanya ketidakberesan, tetapi dalam banyak kasus (pengusaha konveksi di atas misalnya), mereka tidak tahu; apa persisnya yang tidak beres, di bagian mana persisnya ketidakberesan terjadi.
Untuk
tahu apa PERSIS-nya yang tidak beres dan dimana terjadi, INSTINCT dan SENSE
SAJA TIDAK CUKUP. Diperlukan perhatian khusus hingga ke hal-hal detail. Jika
mau bicara ekstrim, angka satu rupiahpun penting untuk diketahui; darimana
berasal dan kemana perginya.
- Untuk menelusuri (tracking) uang masuk dari mana dan digunakan untuk apa, apakah digunakan dengan efektif atau dihambur-hamburkan, perlu minimal MENERAPKAN PEMBUKUAN. Apa itu pembukuan? Bagaimana prosesnya? Saya akan bahas sebentar lagi.
- Untuk mengetahui apa yang tidak beres/apa yang beres dalam pengelolaan keuangan dan dimana persisnya terjadi, perlu MENERAPKAN AKUNTANSI KEUANGAN. Apa itu akuntansi keuangan? Bagaimana prosesnya? Saya akan bahas sebentar lagi.
- Untuk mengetahui apa yang tidak beres/apa yang yang beres dalam pengelolaan operasional dan dimana persisnya terjadi, perlu MENERAPKAN AKUNTANSI MANAJEMEN. Apa itu akuntansi manajemen? Bagaimana prosesnya? Saya akan bahas sebentar lagi.
Minimal
3 hal itu yang harus diperhatikan hingga ke hal yang paling detail, untuk bisa
mengendalikan kondisi keuangan dan operasional perusahaan. Tidak bisa lagi
mengandalkan sense dan instinct.
Mereka
yang tetap mengandalkan instinct-dan-sense dalam segala kondisi—dan ogah
menerapkan pembukuan/akuntansi—sudah pasti mengalami kesulitan untuk keluar
dari gangguan keuangan. Sayangnya, tidak banyak pengusaha kecil yang bisa lolos
dari masalah keuangan, sehingga lebih banyak yang bangkrut ketimbang yang ‘stay-in-business’
dalam jangka waktu panjang.
Sebagai
pembanding….
Mengapa Korporasi Besar Relative
Lebih Stabil Dibandingkan Usaha Kecil
Aktivis
dan pengamat ekonomi boleh menggiring opini publik—melalui media masa—dengan
mengatakan bahwa, “usaha kecil lebih tahan terhadap gangguan ekonomi.”
Bisa jadi apa yang para pengamat katakan itu benar—setidaknya jika dikaitkan
dengan gangguan ekonomi makro, tetapi tidak dalam scope kondisi keuangan
perusahaan itu sendiri.
Hasil
pandangan mata saya sendiri setiap hari—bergelut dengan laporan keuangan mereka
setiap hari, terlibat dalam cost reduction exercise, mengevaluasi sistim
pengendalian intern, menyiapkan due diligent akuisisi—menemukan kenyataan
bahwa: korporasi besar relative lebih stabil dibandingkan usaha kecil. Ini
kenyataan.
Jika anda pengusaha kecil, silahkan rasakan sendiri
bagaimana kondisi keuangan dan operasional perusahaan anda? Mulus atau
ngos-ngosan setiap hari?
Tidak
perlu dijawab. Saya sudah tahu. Dan itu typical, lumrah, terjadi dimana-mana
dari Sabang sampai Merauke.
Pertanyaannya: mengapa korporasi besar relative lebih
stabil dibandingkan usaha kecil?
Mirip
seperti pembalap off-road yang berpacu di alam bebas, harus melewati berbagai
macam rintangan untuk sampai di garis finish.
1. Korporasi Besar – Ibarat pembalap off-road PRO yang sudah kenyang
pengalaman. Mungkinkah mereka gagal mencapai garis finish? Bisa saja, tetapi
kemungkinannya kecil. Masih lebih besar peluang berhasilnya.
- Apakah karena mereka tidak menemui hambatan di perjalanan? Namanya juga off-road, sudah pasti ada banyak rintangan.
- Apakah karena mereka menggunakan 4WD powered vehicle yang CC-nya sangat besar? Pada umumnya, IYA, dan memang ada pengaruhnya, tetapi bukan itu kunci utama keberhasilannya.
Saya
kenal beberapa PRO OFF-ROADers (pengusaha yang sudah berpengalaman, termasuk
mantan boss saya). Yang pasti sekali, mereka turun ke lintasan balap dengan
persiapan yang matang dan dilengkapi peralatan yang cukup. Mengajak navigator
yang siap dengan peta dan kompas di tangan.
Disepanjang
lintasan pacu, sang pembalap fokus untuk mengatur laju-gerak mesin mobil yang
dikendarainya. Sementara sang navigator fokus untuk mengamati peta lintasan dan
melihat kompas. Hasilnya?
Mereka
lebih sering berada dalam lintasan (on-track) ketimbang nyasar ke luar
kemana-mana, karena sang navigator selalu memandu sang pembalap, sesekali dia
berteriak “banting kanan” atau “kiri” untuk menghindari kubangan atau batu
besar. Beberapa dari mereka (meskipun jarang) pernah jauh keluar
lintasan—mungkin karena pembalapnya rada ugal dan bandel. Bila itu terjadi,
biasanya mereka berhenti sejenak, melihat peta dan kompas bersama-sama,
berembug untuk mencari jalan kembali ke lintasan. Dan memang
berhasil. Begitu cara kerja pembalap off-road yang PRO.
2. Usaha Kecil – Ibarat pembalap off-road amatiran. Nekat berangkat
sendiri karena TIDAK MAMPU membayar navigator. Sudah tanpa navigator, tidak
membawa peta dan kompas pula. Modalnya cuma nekat. Pakai instinct dan
sense-pun, keduanya juga belum cukup terasah, masih tumpul (By the way: Instinct
business itu bukan bawaan lahir, tapi hasil akumulasi pengalaman-panjang yang
mengendap di bawah alam-sadar, dan muncul ke permukaan ketika dibutuhkan).
Kemungkinan
berhasil melewati rintangan? Sangat rendah. Yang mereka lakukan hanya
‘mengira-ngira’ arah lintasan, sehingga kemungkinan terjebak lubang atau
terhalang batu, sangat tinggi. Dan… ketika tersesat keluar lintasan, yang
mereka lakukan hanya ‘mengira-ngira’ lalu menginjak pedal gas sekencang
mungkin, sambil berharap bisa kembali ke lintasan. Iya kalau persediaan bensin
tidak terbatas, bagimana kalau bensin habis sebelum sampai ke garis finish? Dan
itu, most likely. Kalau pinjam istilahnya IFRS, “more than probable”.
Idealnya,
setiap pembalap (amatir dan pro) turun ke medan balap dengan persiapan dan
peralatan yang memadai. Demikian halnya dengan mereka yang terjun untuk
menjalankan roda usaha.
Oke.
Hidup memang tidak seindah itu. Pada kenyataannya, kondisi ideal tidak selalu
bisa kita hadirkan (atau capai). Tetapi dengan pertimbangan yang sedikit lebih
matang, mau bersusah-payah dan kerepotan, mestinya bisa menghadirkan kondisi
yang setidaknya masih lebih baik ketimbang buruk samasekali.
Pertanyaannya: apa navigator, peta lintasan dan kompasnya
roda usaha?
Pembukuan dan Akuntansi Menjaga
Perusahaan Agara Tetap On-Track
Pengusaha
kecil tidak mampu bayar konsultan untuk dijadikan navigator (“muahaal!”
kata mereka), sangat masuk-akal dan bisa dimengerti. Tetapi mereka bisa
merekrut pegawai pembukuan atau accounting yang tentu costnya lebih murah.
Untuk
bisa tetap on-track mereka juga bisa membuat budget sederhana, menerapkan
pembukuan, sebagai peta-lintasan dan kompas.
Iya.
Bagi pengelolaan keuangan dan operasional,
“Pembukuan
dan akuntansi adalah peta dan kompasnya perusahaan”
Untuk
yang tidak berlatarbelakang pendidikan akuntansi, saya jelaskan sedikit apa itu
pembukuan dan akuntansi, dan apa fungsi mereka masing-masing—dari perspektif
pengusaha kecil (bukan dari perspektif regulator, investor atau lantai bursa
saham).
1. PEMBUKUAN – Sederhahanya, “pembukuan” adalah istilah yang
digunakan untuk mewakili aktivitas: mengumpulan bukti transaksi (nota) —>
mencatat (menjurnal)—> mengelompokan (ke dalam akun-akun buku besar sesuai
aktivitas)—> menyusunan laporan keuangan.
Proses
pembukuan, dilakukan oleh seorang pegawai pembukuan yang memiliki skill khusus
pembukuan (lumrah disebut “bookkeeper”). Tidak perlu sarjana akuntansi.
D3 akuntansi (bahkan lulusan SMK Akuntansi) pun sudah cukup, sehingga tidak
harus berbayar super-mahal.
Data yang dihasilkan dari proses pembukuan (pengumpulan
bukti transkasi, pencatatan, pengelompokan, dan penyusunan laporan keuangan)
minimal bisa digunakan untuk mengelola 3 elemen penting ini:
- Mengelola Modal Kerja Berupa Kas – Apakah persediaan kas cukup untuk membiayai operasional hari ini, satu minggu, satu bulan atau satu kuartal ke depan. Lebih jauh lagi, bisa melihat dari mana datangnya kas, untuk apa kas digunakan, apakah kas digunakan secara efisien atau tidak.
- Mengelola Modal Kerja Non Kas – Modal kerja non-kas meliputi: (a) Piutang: data pembukuan bisa digunakan untuk mengetahui berapa jumlah piutang hari ini, satu minggu ini, dan satu bulan ini. Dari total itu, berapa piutang yang jatuh tempo (akan cair) dan siapa saja pelanggannya—sehingga pengusaha bisa mengkoordinasikan penagihan dengan tepat waktu. (b) Utang: di sisi lainnya, pengusaha juga bisa tahu berapa nilai utang yang jatuh tempo (harus dibayar) hari ini, minggu ini dan bulan ini—sehingga bisa merencanakan pembayaran dengan lebih teratur (tanpa mengecewakan supplier). (c) Persediaan: data pembukuan juga bisa menjadi alat pengelola persediaan; berapa jumlah persediaan yang ada hari ini, akhir minggu ini, akhir bulan ini—apakah cukup atau berlebih-lebihan.
- Mengola Aktiva Tetap – Disamping bangunan dan kendaraan operasional yang relative lebih mudah untuk dikelola, pada jenis usaha tertentu mesin dan peralatan adalah aset vital yang membuat perusahaan bisa beroperasi dengan lancar. Memastikan peralatan ini tidak hilang atau rusak adalah penting. Pembukuan menyediakan data pasti atas aset-aset ini, sehingga bisa diawasi dengan lebih mudah.
Dengan
menggunakan data pembukuan saja, minimal pengusaha sudah bisa mengetahui: (a)
darimana dan kemana kas mengalir; (b) apakah perusahaan dalam kondisi
untung/rugi dan berapa; (c) berapa besar kekayaan perusahaan; (d) berapa besarnya
kewajiban (utang) perusahaan. Secara global, informasi itu bisa diperoleh hanya
dengan membaca laporan keuangan. Untuk menelusuri sampai ke detail, bisa
melihat catatan transaksi yang sudah dikelompoka secara sistematis dalam buku
besar. Dari informasi-informasi itu pengusaha sudah bisa mengetahui apakah
perusahaan ‘on-track’ atau tidak.
2. AKUNTANSI – Pembukuan hanya sebagian dari cakupan proses akuntansi
secara keseluruhan. Selain proses pembukuan (pengumpulan bukti transaksi,
pencatatan, pengelompokan dan penyusunan laporan keuangan), akuntansi juga
melakukan proses-proses analisa untuk pengambilan keputusan yang sifatnya lebih
strategis. Proses akuntansi biasanya dilakukan oleh seorang akuntan atau
konsultan yang bisa menjadi navigator dalam menjalan roda opersional
perusahaan.
Oke. Akuntansi itu sendiri terbagi menjadi 3 kelompok besar,
yaitu:
a. Akuntansi Keuangan – Dalam akuntansi keuangan, data hasil proses pembukuan
(yang sudah saya bahas di atas) dianalisa lebih jauh untuk mengetahui: apakah
transaksi telah diproses sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Melalui
proses audit, pengusaha bisa menemukan transaksi-transaksi aneh yang bisa jadi
merupakan gejala awal adanya penyelewengan (fraud)—yang jika tidak terdeteksi
bisa menimbulkan kerugian besar bagi perushaan.
b. Akuntansi Manajemen – Mengguanakan data yang dihasilkan dari proses pembukuan
ditambah dengan data cost, lalu dibandingkan dengan budget, pengusaha bisa
memperoleh informasi untuk digunakan sebagai dalam pengambilan-keputusan yang
sifatnya lebih strategis. Misalnya:
- Dari data kas (laporan arus kas dan detailnya), pengusaha bisa mengetahui apakah kas teralokasikan ke aktivitas-aktivitas yang bernilai-tambah atau bukan, dengan cara membandingkan antara budget (rencana) dengan realisasinya.
- Dari data penjualan (di laporan laba-rugi) dan persediaan (neraca), pengusaha bisa tahu mana produk yang menghasilkan profit tinggi (sehingga perlu dikembangkan) dan mana yang tidak (mungkin lebih baik dihentikan produksinya). Lebih jauh lagi, pengusaha juga bisa tahu mana channel pemasaran yang efektif dan mana yang tidak—sehingga tahu strategi pemasaran seperti apa yang diperlukan ke depannya.
- Dari data piutang (neraca), pengusaha bisa tahu pelanggan mana yang tepat waktu dalam membayar, malas membayar, sulit ditagih dan gagal tagih—sehingga bisa menilai pelanggan mana yang perlu diberi insentif kredit berjangkawaktu lebih panjang dan mana yang harus diketatkan. Bahkan pengusaha bisa tahu mana pelanggan yang profitable mana yang tidak—sehingga tahu harus berbuat apa terhadap mereka.
- Dan lain sebagainya.
c. Akuntansi Pajak – Sudah menjadi rahasia umum bahwa
pajak adalah salah satu beban perusahaan yang jika salah-kelola bisa
menimbulkan masalah yang sulit diatasi. Dengan data akuntansi pajak, pengusaha
bisa melakukan kendali yang lebih efektif terhadap setiap unsur pajak yang
timbul dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perushaan selama
beroperasi. Misalnya: dengan membuat tax planning.
Kesimpulan: Kapan Perusahaan Perlu
Menerapkan Pembukuan dan Akuntansi?
Akuntansi
dan pembukuan, oleh pengusaha kecil, cenderung dianggap sebagai beban, sesuatu
yang merepotkan—sehingga tidak banyak usaha kecil yang mau menerpkan keduanya
secara serius. Pengalaman saya selama ini menunjukan; pengusaha kecil baru
menyadari pentingnya menerapkan pembukuan dan akuntansi setelah mereka mengalami
masalah keuangan.
Jika
diterapkan secara serius, saya pribadi berani menjamin: beban gaji untuk
pegawai bookkeeper/accounting atau fee untuk konsultan, sangat kecil
jika dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari proses pembukuan dan
akuntansi yang diterapkan. Kerepotan yang ditimbulkan akibat proses pembukuan
dan akuntansi, tidak seberapa jika dibandingkan dengan kerepotan yang timbul
jika tidak menerapkan.
Bagaimanapun
juga, khususnya kepada perusahaan kecil (UKM), saya tidak pernah memaksa mereka
untuk menerapkan pembukuan dan akuntansi. Keputusan natara
menerapkan-atau-tidak, adalah ’trade-off’ untuk dipilih antara:
- Repotnya menerapkan pembukuan-akuntansi serta beban yang ditimbulkannya; dengan
- Potensi manfaat yang akan diperoleh.
Jadi, kapan suatu perusahaan perlu menerapkan pembukuan dan
akuntansi?
Suatu
perusahaan belum perlu menerapkan pembukuan dan akuntansi, bila PENGUSAHA (atau
pengelolanya) BISA TAHU SECARA PERSIS:
- Berapa keuntungan/kerugian perusahaan
- Berapa profit margin perusahaan
- Berapa penjualan hari ini, minggu ini, bulan ini.
- Produk mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan
- Channel pemasaran mana yang efektif dan mana yang tidak
- Berapa biaya bahan baku, tenaga kerja, overhead dan biaya umum lainnya
- Aktivitas mana yang efisien dan mana yang boros
- Berapa saldo kas hari ini, minggu ini, bulan ini.
- Dari mana dan kemana kas mengalir
- Siapa saja pelanggan yang belum bayar, berapa piutang (tagihan) ke pelanggan hari ini, minggu ini, bulan ini dan kapan jatuh temponya
- Berapa persediaan hari ini, minggu ini, bulan ini
- Persediaan mana yang lancar dan mana yang negndon digudang berbulan-bulan
- Siapa saja supplier yang belum dibayar, berapa utang ke supplier hari ini, minggu ini, bulan ini dan kapan jatuh temponya.
- Berapa saldo utang bank dan kreditur lainnya dan kapan jatuh temponya
- Berapa kewajiban pajak yang timbul hari ini, atas obyek apa, dan kapan harus dibayar
TANPA
MENGALAMI KESULITAN dan pemerintah/pihak otoritas lainnya belum mewajibkan.
Catatan Untuk Teman-Teman di
Accounting
Salah-satu
alasan mengapa pengusaha kecil enggan merekrut bookkeeper (terlebih-lebih
akuntan) adalah karena mereka menemukan kenyataan bahwa: belum banyak pegawai
accounting yang bisa menjalankan fungsinya dengan penuh. Sebagian besar hanya
sampai pada proses pencatatan dan penyusunan laporan keuangan ‘THOK’, belum
sampai melakukan analisa yang bisa dijadikan bahan pengambilan keputusan.
Itu
sebabnya, banyak pengusaha kecil yang menganggap MANFAAT yang diperoleh dari
menerapkan pembukuan dan akuntansi BELUM SEBANDING dengan BIAYA dan KEREPOTAN
yang ditimbulkan.
Semoga
kedepannya semakin banyak pegawai accounting yang bisa menjalankan fungsinya
dengan lebih penuh, sehingga pengusaha tidak merasa sia-sia. Dengan terus
memperdalam ilmu akuntansi dan belajar mengenai proses suatu usaha (bisnis),
saya optimis semua orang accounting (management dan public accountant), BISA.
Selamat berakhir pekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar